LEBAK, Banuanewsbanten.com -Habis manis sepah dibuang Demikian pepatah tua ini berlaku, bagi Purna Bhakti (Pensiunan-Red) Perusahaan Tanaman Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII di Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Dimana hingga tahun ini, marak dari mereka belum menerima Penghasilan Dasar Pensiun (PhDP).
Sebagai mana dituturkan, H. Dedi Setiadi,seorang pensiunan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut, bahwa sejak dirinya pensiun tahun 2018, dia sama sekali belum menerima dana pensiunan, selayaknya seorang purna PT Persero.
“Belum,sejak pensiun tahun 2018. Hingga saat ini PhDP belum saya terima,bukan hanya saya saja, konon banyak pensiunan PTPN VIII seangkatan saya, juga belum menerima PhDP, jumlahnya bisa ribuan orang lah,” katanya, pada media ini,Rabu (30/3).
Menurutnya, sejauh ini pihak PTPN VIII baru merealisasikan PhDP terhadap pensiunan tahun 2017. Itu pun hanya sampai bulan Oktober. Artinya, PTPN VIII selaku pemberi kerja, masih memiliki tunggakan dua bulan,untuk pembayaran pada Purna PTPN VII tersebut
H. Dedi juga menuturkan, jika PhDP yang seharusnya sudah diterima itu, dinilai sangat tidak layak. Mengingat nilainya yang begitu minim, sehingga terkesan pengabdian dirinya selama 35 tahun di PTPN VIII seakan tidak memiliki arti sama sekali.
“Jujur, PhDP PTPN VIII ini mengacu pada aturan PhDP tahun 2004. Jadi tidak heran kalau pensiunan saya hanya satu juta. Nah sudah nilainya minim. Ironisnya lagi, belum dibayar sejak saya pensiun. Ya sejak 2018 hingga tahun 2022 ini, sekitar lima tahunan lah. Maka kalau boleh saya katakan, PTPN VIII ini,seakan secara sengaja menciptakan kemiskinan pegawai dan para pensiunannya secara sistemik,” terangnya.
Lebih jauh, H.Dedi juga kembali flash back kala dirinya masih aktif bekerja. Dimana bukan saja pensiunan yang PhDP nya tidak manusiawi, gaji para karyawan aktif PTPN VIII pun, masih jauh dari kata cukup. Sebab gaji mereka, jika mengacu pada Upah Minimum Perkebunan (UMSP). Seharusnya nilainya jauh lebih layak, bukan malah berlaku sebaliknya.
” Jangan heran, kalau melihat brandingnya ya BUMN. Tapi jika melihat standarisasi upah yang diberikan, masih jauh dari kata cukup. Padahal jika patokannya UMSP, maka hak kesejahteraan bulanan karyawan pun, ya paliing tidak geser sedikit lah dari gajinya Aparatur Sipil Negara(ASN),” ujar H.Dedi.
Terkait hal itu, Rubai, aktivis Badan Otonomi Fakultas Hukum Untirta (Batom -FH) Untirta, bahwa terkait hak para pensiunan PTPN VIII. Pihaknya menilai jika ada sikap yang inkonsisten dari jajaran direksi PTPN VIII. Sebab, sejak terhitung pensiun, hak pensiunan itu sudah seharusnya di berikan oleh PTPN VIII sebagai pihak pemberi kerja. Bukan malah sebaliknya, ini jelas sebuah bentuk pengingkaran atau sikap ingkar janji perusahaan milik negara, atas hak-hak pensiunan yang sejatinya diberikan pada setiap bulannya.
“Mereka ini kan, orang-orang yang pernah berjasa besar terhadap kelangsungan usaha milik negara. Bagaimana bisa, direksi PTPN VIII justeru seolah-olah berleha-leha, sementara dilain pihak, ada hak-hak para pensiunan yang justeru selama bertahun-tahun diabaikan,” tegasnya (Yans/ds).
Discussion about this post